Sudah lama rasanya tak tahu dengan kabar keadaanmu. Setahun
kah lamanya ? ya, kira-kira sudah seperti itu lamanya atau bahkan lebih dari
itu (mungkin) yang pasti temponya
lama.
Kamu, aku merindukanmu. Sungguh. Aku (lagi-lagi) merindukan masa-masa itu. Masa dimana dulu aku pernah bersamamu. Masa dimana aku diberikan kesempatan untuk bisa
lebih tahu bagaimana sosokmu, melihat raut wajahmu lebih dekat, menyaksikan
tawa dan senyuman itu lalu kapan saja kamu memintaku untuk menemanimu kesana
dan kesini aku akan terus menurutinya asalkan bisa merasa lebih dekat denganmu.
Lalu bagaimana dengan
rindumu disana? Samakah rindu kita?
Hmm.. atau mungkin
hanya aku saja yang merasakannya ya.
Terkadang memang aku masih mencari tahu tentangmu meskipun itu hanya melihat kronologi facebookmu, itupun aku meminjam akun seseorang untuk membukanya karena aku tidak bisa menemukan namamu menggunakan akunku. Aku masih menyimpan foto bersama kita, memang tidak banyak tetapi cukuplah untuk mengingatkan beberapa detik tentang kita (dulu). Sebenarnya tidak ada yang kuhilangkan selama kamu pergi, semuanya masih tetap
sama.
Lalu nomor handphonemu
ini?
Aku juga masih menyimpannya di phonebook ponselku. Entah nomor ini masih kamu gunakan atau tidak
aku tak pernah mengetahuinya karena semenjak perpisahan itu aku mulai tak
mendengar suara manjamu bahkan kamu tidak mengirimkan pesan padaku.
Ah.. ternyata merindukan itu sungguh menjengkelkan terlebih
lagi rinduku ini padamu sudah diluar batas dan rasanya sesak sekali. Sekarang
ini hanya ada nomor telephonemu yang bisa kugunakan untuk mengetahui kabarmu,
semoga saja nomor ini masih kamu gunakan hingga aku bisa berbicara banyak
denganmu dan aku berjanji aku tak akan membicarakan masalah lalu itu (sudahlah aku sudah melupakannya) sekarang
yang terpenting mendengarkan suaramu.
Aku menekan tombol hijau dilayar handphoneku untuk
menghubungkan nomorku dengan nomormu dan kamu tahu isi dadaku ini mulai
berdetak tak normal saat jelas benar panggilan ini tersambung ke nomormu. Dan
suara itu,
“Hallo... hallo...
hallo ini siapa ?”
Tak ada jawaban sedikitpun yang keluar dari bibirku saat
jelas mendengar suaramu ini. Ya, aku masih mengenal suara ini, aku masih
mengenal suara seorang yang hampir tiga tahun bersamaku, aku mengenal
ini kamu dan sudah jelas ini kamu. Dalam mataku mulai memanas, mulai berair
seperti ingin mengeluarkan air mata hanya saja dalam otakku masih terhipnotis
dengan suaramu itu.
“Hallo... ini siapa ?”
Kamu mengulanginya lagi tapi yang ada aku hanya terus
berdiam diri menutup rapat mulutku dengan kelima jariku, menahan tangis yang akhirnya
aku menangis juga seiring dengan kamu mematikan telephone ini tepat pada 20
detik aku menelphonemu.
20 detik saja kamu berhasil mengubah dinding rinduku ini
runtuh dan rasanya ingin berlari menemuimu, memelukmu dan mengambilmu pulang
kembali ke rumahku. Hatiku. 20 detik
saja kamu membuatku semakin bertambah bodoh di balik lemari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.